Sabtu, 26 Oktober 2013

TESTIMONI UTS ONLINE - KREATIVITAS -

Ini adalah pengalaman UTS Online pertama kali yang saya pernah lakukan dan ini benar - benar memberikan kesan tersendiri bagi saya. Ada perasaan cemas (ketika belum mendapat respon atas jawaban yang saya sudah kirim ) dan ada perasaan senang ( mendapat feedback).Proses demi proses saya ikuti sampai saya mendapat Skor atas hasil kerja saya. Proses yang saya lakukan dalam UTS Online sesuai dengan teori proses kreatif menurut Wallas. Proses yang pertama saya lakukan adalah persiapan ( saya mempersiapkan diri untuk memecahkan masalah soal no 1,2,dan 3 dengan mencari jawaban di buku kemudian menganalisanya, proses kedua yang saya lakukan adalah Inkubasi ( tahap dimana saya melupakan sejenak masalah soal-soal dengan melakukan aktivitas lain seperti bermain games,makan,ngobrol bareng teman,ngerjain tugas yang lain,dll), proses ketiga Iiluminasi (muncul insight untuk mengatasi masalah soal UTS) dan yang terakhir adalah Verifikasi ( tahap evaluasi dimana semua jawaban yang saya kerjakan di evaluasi oleh Ibu dan diberikanFeedback berupa skor ).

Empat proses yang disebutkan Wallas tersebut sangat sesuai dengan Metode UTS Online yang kita lakukan, proses demi prosesnya dapat saya rasakan terjadi ketika saya menjawab setiap soal yang ibu berikan. Proses ini juga didukung oleh kondisi eksternal yang mendorong perilaku kreatif kami, dimana ada yang disebut kebebasan psikologis. Disni ibu memberikan kesempatan kepada kami untuk bebas mengekspresikan pikiran-pikiran kami mengenai soal-soal yang ibu berikan.

Dari pengalaman UTS Online ini juga saya merasa bahwa Ibu memberikan program belajar yang bergelar ( Ciri guru anak berbakat dalam Munandar 103 ) dimana ibu melaksanakan setiap programnya untuk UTS ini. Salah satunya seperti kemampuan untuk mengembangkan pemecahan masalah secara kreatif. UTS Online merupakan suatu program yang bagus untuk mengembangkan pemikiran kreatif anak dalam menghadapi masalah dan anak dapat melakukan teori proses yang disampaikan wallas dengan baik karena waktu yang diberikan untuk UTS Online ini juga lumayan lama (1 soal waktunya maks 24 jam).

Selain itu ada juga peran masyarakat tentunya . Dalam hal ini Pihak Kampus yang menyediakan “wify” untuk memudahkan mahasiswa khususnya saya dalam melaksanakan UTS Online .
https://mail.google.com/mail/u/0/images/cleardot.gif

                                                                          

Minggu, 20 Oktober 2013

LEARNING DISABILITIES

LEARNING DISABILITY

            Lebih dari 40 definisi membahas mengenai pengertian dari Learning Disability tetapi hanya beberapa definisi yang dapat diterima secara universal. Salah satu definisi yang disampaikan oleh Samuel Krik ( 1963 ) menganai Learning Disability, Menurutnya Learning Disability  seperti sesuatu yang tidak pasti karena variasi membingungkan dari label – label yang digunakan untuk menggambarkan seseorang dengan kemampuan intelegensi yang relatif normal yang memiliki masalah dalam belajar. Secara umum Learning Disability adalah sebuah gangguan belajar yang dialami oleh seseorang yang bukan karena keterlambatan mental. Gangguan belajar hanya mempengaruhi fungsi tertentu sedangkan seseorang yang memiliki keterlambatan mental akan kesulitan mempengaruhi fungsi kognitif secara luas.

Yang termasuk dalam Learning Disability adalah :

·        Minimally brain Injured ( Kerusakan Otak )

Tertuju kepada orang – orang yang menunjukkan perilaku tetapi perilakunya tersebut menujukkan seperti tidak adanya gangguan pada otak.
Contohnya : Hiperaktif, gangguan persepsi , dll.

·         A slow learner

Anak yang menunjukkan kinerja yang lambat sehingga dia hanya bisa pada satu/beberapa objek tidak dengan objek selanjutnya ( lain ) tetapi tes intelegensi
Menunjukkan bahwa kemampuan untuk belajarnya itu ada.

·         Dyslexia

Dyslexia merupakan ketidakmampuan membaca. Sehingga disebut juga sebagai gangguan yang hanya dalam waktu tertentu saja. Banyak anak yang juga mempunyai masalah dalam akademik yang lain seperti matematika.

·        Perceptual Disabled
Hanya ketidakmampuan dalam mempersepsikan suatu hal, masalah persepsi yang membingungkan anak dalam belajar.

THE FEDERAL DEFINITION

·        General ( Umum )
Istilah “ Specific Learning Disability ” adalah gangguan pada salah satu atau lebih proses dasar psikoloagis meliputi pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara, atau menulis yang dimanifestasikan pada diri sendiri dalam bentuk ketidaksempurnaan kemampuan dalam mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau perhitungan matematis.

·         Disorders Included
Yang termasuk dalam istilah ini meliputi kondisi :  masalah persepsi, kerusakan otak, disleksia, dan perkembangan aphasia.


·         Disorders Not Included
Yang tidak termasuk dalam istilah ini meliputi kondisi anak – anak yang memiliki masalah belajar yang disebabkan keterbatasan penglihataan, pendengaran ,motorik, retardasi mental, keterbelakangan budaya, lingkungan, dan masalah ekonomi (IDEA, Americants of 1997, Sec. 602 (26), p.13)

The Natioanal Joint Comittee on Learning Disabilities Definiton ( NJCLD )

NJCLD menganggap definisi alternatif perlu untuk menghadirkan definisi mereka sendiri mengenai learning disabilities karena ketidakpuasan dengan federal definision :

 1. Berdasarkan Proses Psikologis

Banyak printis awal dalam bidang gangguan belajar percaya proses penglihatan dan pendengaran informasi (berbeda dari masalah yang diidentifikasi seperti  buta atau tuli )  menjadi dasar penyebab masalah akademik seperti ketidakmampuan dalam membaca.  Kemudian mereka percaya bahwa melatih siswa dalam memproses kemampuan melihat dan mendengar akan membantu mereka menaklukkan masalah belajar yang mereka hadapi.
Para peneliti akhirnya menentukan bahwa latihan  persepsi dan persepsi motorik tidak menghasilkan manfaat bagi prestasi mambaca siswa ( Hallahan 1975 dan Hallahan & Crickshank 1973 ). Dalam reaksi terhadap pengadopsian  dari program pelatihan persepsi , NJCLD keberatan dengan uangkapan dasar proses psikologis ini.

2. Penghilangan sifat Instrinsik dari ketidakmampuan belajar

Federal definition tidak menyebutkan faktor – faktor penyebab tetapi NJCLD menganggap gangguan belajar terjadi karena disfungsi atau ketidakmampuan sistem saraf  dalam diri individu.

3. Kelalaian orang dewasa

NJCLD memberikan respon untuk menumbuhkan kesadaran bahwa gangguan \ ketidakmampuan belajar bukan hanya karena ketidakmampuan anak. Itu adalah sebuah kondisi sepanjang hidup.

4. Kelalaian dalam Self-Regulation dan masalah interaksi sosial

NJCLD memberikan respon untuk menumbuhkan kesadaran bahwa siswa dengan ketidakmampuan belajar sering mengalami kesulitan dalam Self- Regulation dan interaksi sosial.

5. Pancantuman istilah yang sulit untuk didefinisikan

NJCLD merasa bahwa Federal definition membingungkan karena pencantuman bahasanya seperti : Perceptual handicaps, dyslexia and minimal brain dysfunction yang sangat sulit untuk didefinisikan ( Hammill, Leigh, McNutt & Larsen, 1981 )

6. Kebingungan tentang kausal pengecualian

Federal definition mengecualikan masalah belajar yang terutama disebabkan oleh kondisi cacat  seperti keterbelakangan mental ( cacat intelektual ) . NJCLD lebih menekankan bahwa kemungkinana seseroang dengan kondisi ketidakmampuan yang lain seperti keterbelakangan mental  bisa juga memiliki ketidakmampuan belajar.

7. Mengeja

NJCLD merasa bahwa tidak perlu lagi menyinggung mengenai pengejaan karena mereka berfikir bahwa ejaan termasuk dalam menulis.

Dari tujuh kelemahan Federal definition , NJCLD kemudian membuat pengertian dari “ learning disabilities”.
Learning Disabilities adalah Istilah umum yang mengacu pada sebuah kelompok heterogen yang ditunjukkan oleh kesulitan yang signifikan dalam menerima dan mendengar, berbicara, membaca, menulis, menalar atau kemampuan matematika. Gangguan ini adalah  gangguan intrinsik individu yang diduga karena disfungsi sistem saraf  dan dapat terjadi di seluruh rentang kehidupan. Masalah dalam self-regulation, social perception dan interaksi sosial mungkin berwujud sebagai ganguan belajar tetapi gangguan itu tidak berasal dari diri mereka sendiri.

IDENTIFICATIION

Prosedur dalam mengidentifikasi gangguan belajar masih dalam tahap peralihan. Proses ini terus berkembang .Pada pada bagian ini kita membahas mengenai  Achievementability discrepancy yang merupakan pendekatan tradisional untuk mengidentifikasi ketidakmampuan belajar. Kemudian membahas mengenai Respon To Intervention (RTI) yang merupakan “ federally preferred” untuk mengidentifikasi gangguan belajar. Dikatakan federally preferred karena meskipun rendah kemungkinan untuk salah satu dari metode ini yang akan digunakan, pemerintah federal pasti mendukung penggunaan RTI. Contohnya hukum menegaskan bahwa negara tidak harus menggunakan perbedaan yang berat antar kemampuan intelektual dan prestasi. Dan secara khusus mensyaratkan bahwa negara mengizinkan penggunaan RTI.




ACHIEVEMENT – ABILITY DISCREPANCY

Anak yang terkadang atau sewaktu – waktu dapat mengalami kesulitan belajar tidak seharusnya diidentifikasi sebagai anak dengan  Learning Disabilities . Istilah ini sebaiknya hanya digunakan saat mengidentifikasi anak – anak dengan ketidakmampuan yang sesungguhnya,dimana menurut federal hal ini ditandai dengan kesenjangan antara prestasi dan kemampuan intelektual. Dengan kata lain, seorang anak yang mencapai jauh dibawah potensinya akan diidentifikasi sebagai learning disabled. Kemampuan intelektual kerap diukur lewat tes IQ dan standar prestasi. Learning disabilities itu sendiri dikarakteristikkan lewat perbedaan yang tidak terduga antara kemampuan umum dan prestasi.

Pemerintah federal diserahkan kepada masing – maing negara untuk memutuskan dengan tepat bagaimana mereka menentukan apakah seorang siswa memiliki perbedaan (kemampuan intelektual dan prestasi ) yang parah. Kebanyakan negara mengandalkan pada perbedaan IQ-prestasi yang merupakan perbandingan antara standar skor kecerdasan dan tes prestasi.banyak negara menggunakan rumus statistik untuk mengidentifikasi gangguan belajar, namun beberapa rumus  statistik yang digunakan tidak akurat (cacat) lagipun penggunaan secara statistik cukup mahal untuk diterapkan.
Selain masalah menggunakan rumus , beberapa pihak berwenang telah menolak menggunakan prestasi IQ. Beberapa pihak telah menunjukkan skor IQ siswa dengan gangguan belajar adalah meremehkan. Karena kinerja pada tes IQ tergantung pada kemampuan membaca pada batas tertentu saja ( mengesampingkan jenis lain dari ketidakmampuan belajar ). Dengan kata lain, siswa yang memiliki kemampuan yang rendah dalam membaca mempunyai kesulitan untuk memperluas kosa kata mereka dan belajar mengenai kata itu.sebagai hasilnya mereka mendapat skor yang rendah dibandingka skor rata-rata dari tes IQ,inilah salah satu contoh kecil yang menjadi ketidaksesuaian antara IQ dan Prestasi.

RESPONSE TO INTERVENTION OR RESPONSE TO TREATMENT (RTI)

Atas dasar kritik terhadap perbedaan IQ dan prestasi yang sebelumnya telah dijelaskan, peneliti mengusulkan alternatif untuk mengidentifikasi siswa dalam ketidakmampuannya yaitu RTI.
Tidak ada model yang diterima secara universal dari RTI tetapi ada tiga tingkatan instruksi yang digunakan sebagai instruksi .
Yang pertama adalah pengukuran harian langsung ( bukti langsung )berarti mengamati dan merekam setiap hari kinerja anak pada keahlian spesifik yang diajarkan sehingga kita bisa mendapat informasi mengenai kinerja anak – anak pada keterampilannya dibawah instruksi. Mereka yang tidak merespon positif pidah ke Tingkat kedua dimana mereka menerima instruksi beberapa kali dalam seminggu. Mereka terdiri dari kelompok kecil.kemudian jika mereka juga tidak merespon insrtuksi yang diberikan walaupun dalam kelompok kecil maka mereka dirujuk untuk evaluasi untuk mengikuti pendidikan khusus ( tingkat 3 ) .



TUGAS KELOMPOK KREATIVITAS

Nama Kelompok :   

-         Hagar Larencia    ( 12-066 )
-         Hillary Pakpahan ( 12-097 )

PSYLAMPTIVE

Latar Belakang 
      
        Saat ini tidak jarang lagi kalau di kota Medan terjadi pemadaman listrik. Dalam pembuatan produk ini ( Emergency lamp with Batt), kami terinspirasi dari teman kami. Dia adalah seorang anak kost dimana peraturan di kost mereka, tidak diperbolehkan menyalakan lilin apabila listrik padam, karena ibu kostnya takut kebakaran. Padahal, teman kami takut dengan kegelapan pada saat ingin tidur. Maka, untuk menghilangkan rasa takutnya dia hanya ditemani oleh lampu dari handphonenya. Padahal, lampu handphone itu tidak bisa hidup lama.

Kasus teman kami di atas sesuai dengan teori Problem Based Learning, dimana Problem Based Learning adalah metode pembelajaran yang menggunakan masalah untuk memicu pembelajaran, sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Tim PDPT UI, 2005; Widjayakusumah, 2005).
Dari kasus teman kami di atas, kami mencoba mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berupa hal – hal apa yang harus kami lakukan untuk menciptakan hasil kreativitas dalam membantu teman kami tersebut. Kami mencoba untuk melakukan proses kreativitas berdasarkan teori Wallas ( Munandar, hal 39 ) dimana prosesnya berupa persiapan, inkubasi, iluminasi, verifikasi.

Awalnya kami melakukan persiapan, kemudian kami melakukan tahapan inkubasi, kami mencoba mengalihkan masalah yang ada dengan melakukan aktivitas yang lain ( main fb, makan, dll ), dari peralihan itu kemudian kami mendapatkan sebuah “ Insight ” yaitu berupa konsep – konsep sehingga muncullah ide untuk membuat Emergency Lamp With Batt dengan nama Psylamptiv dan tahap akhir adalah Verifikasi yaitu kami menguji ide – ide yang kami dapatkan apakah ide kami itu dapat dibuat menjadi sebuah objek yang dapat dilihat dan dirasakan manfaatnya secara realita.
        Sesuai dengan teori yang disampaikan Selo Soemardjan dimana kemampuan kreativitas individu adalah suatu hal yang tidak bisa lepas dari pengaruh masyarakat yang mengelilinginya. Nah, disini kita bisa melihat ibu kost teman kami yang tidak memberikan izin menyalakan lilin ketika listrik padam adalah peran masyarakat yang secara tidak langsung ibu kost teman kami sudah memberikan insight kepada kami untuk membuat Emergency Lamp With Batt  ini.

        Dari penjelasan kami diatas, kami telah melakukan dua dari pendekatan 4P yaitu person dan press. 

        Person dalam hal ini adalah ketika kami dalam kelompok memang memiliki keinginan tersendiri untuk menolong teman kami dan kami yakin kami mampu untuk membuat Emergency Lamp With Batt tersebut. Yang menjadi pressnya adalah dosen pengampu yang memberikan tugas ini kepada kami. Yang menjadi prosesnya dapat dilihat sebagai berikut :

        Emergency Lamp With Batt ini kami buat dengan menggunakan energi baterai agar tidak perlu menggunakan listrik. Lampu ini terbuat dari kawat-kawat yang dibentuk sedemikian rupa sesuai dengan yang diharapkan. Kelompok kami membuatnya dalam bentuk tabung. Kemudian setelah kawat dibentuk tabung, kami melapisi atau menutupinya dengan fiber. Setelah itu, kepala sendok akan ditempel di sekeliling fiber dengan beberapa celah disekitarnya (tidak tertutup semua ). Lampu ini dihiasi dengan kepala sendok karena akan membuatnya menjadi unik dan berbeda dengan lampu lainnya. Kemudia bohlamnya akan diletakkan di dalam atau tepat di tengah kawat-kawat tersebut. Lampu ini pun dapat dibuat sendiri karena cara pengerjaannya yang relatif mudah. Alat dan bahannya pun mudah didapatkan. 

        Dalam mempresentasikan produk ini, kami menggunakan konsep talkshow dan gambaran pembuatan produk ini akan ditampilkan dalam sebuah slide video yang diiringi lagu yang dinyanyikan sendiri oleh kelompok kami. Lagu yang digunakan adalah “Aku Pasti Bisa” by Citra Scholastika.

Alat dan Bahan 

Kawat Tipis dan kawat tebal
Lem tembak
Tang
Bohlam ( bebas warna )
Lakban
Fiber
Baterai
Kabel
Rumah baterai
Piloks ( bebas warna )
Sendok Plastik
Dan yang menjadi Produknya adalah ....................................... ( to be continued ) :)

Senin, 14 Oktober 2013

PERAN KELUARGA, SEKOLAH, DAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK




Manusia sepanjang hidupnya sebagian besar akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yaitu keluarga , sekolah , dan masyarakat. Ketiga hal ini biasanya disebut sebagai tripusat pendidikan yang fungsinya sebagai alat bantu bagi anak untuk mengembangkan kreativitas yang ada pada dirinya. Keluarga adalah lingkungan yang pertama dan terpenting bagi anak. Dalam keluarga orangtua mengajar anak hal – hal dasar seperti melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, keluarga juga sebagai pemuas emosional terhadap anak seperti  mendapatkan kasih sayang, perhatian, dll. Semuanya menjadi perhatian orangtua sampai anak menjadi dewasa dan berdiri sendiri.

          Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dacey ( 1989 ) karakteristik keluarga yang kreatif dalam mengembangkan kreativitas anak adalah Aturan perilaku yang ditetapkan orangtua, Masa kritis yang dialami keluarga, humor, perumahan, dan gaya hidup orangtua. Ia menyatakan bahwa ada perbedaan kreativitas anak yang nyata antara keluarga yang kreativitasnya rendah dan tinggi. Dari penelitiannya ini dia menyimpulkan bahwa keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan yang paling utama dalam pengembangan kemampuan kreatif anak.

          Di keluarga saya orangtua tidak terlalu menetapkan banyak aturan untuk dipatuhi oleh setiap anggota keluarga. Orangtua saya mengunakan pola asuh demokratis, kerjasama antara orangtua dan anak. Anak diakui sebagai pribadi tetapi tetap ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua. Kontrol dari orangtua juga tidak terlalu kaku. Kami bebas melakukan dan mengekspresikan hal – hal yang mampu kami lakukan tetapi kami juga harus betanggungjaawab terhadap apa yang kami lakukan dan kerjakan.
Keadaan keluarga saya memang tidak seperti semua faktor yang disampaikan oleh Dacey (1989) , orangtua saya tidak Humoris, khususnya ayah saya. Dia adalah seorang yang tidak banyak bicara. Kami juga tidak berada di perumahan yang ramai. Kami tinggal di sebuah desa yang  penduduknya tidak terlalu banyak pada waktu itu, disekitar rumah saya tidak ada tetangga hanya ada rumah kosong dan pepohonan saja sehingga ayah saya banyak membuat hasil kreasi di halaman rumah saya, seperti membuat ayunan, tempat duduk untuk bersantai di halaman rumah, dan beberapa tempat bunga. Karena memperhatikan hal itu, saya pun ikut membuat sebuah tempat duduk yang disandarkan pada sebuah pohon mangga di depan rumah saya. Saya membuatnya dengan papan bekas yang ada dibelakang rumah, saya juga sering membuat taman kanak-kanak sendiri dengan permainan seadanya yang bahan pokoknya itu adalah papan bekas. Saya mengajak teman-teman saya untuk bermain dirumah saya sepulang sekolah. Orangtua saya percaya akan hal- hal yang ingin saya lakukan seperti : ikut kelompok tari di sekolah dan perlombaan puisi. Mereka mendukung dan  menyediakan baju tari ( press ) sehingga saya bisa ikut pertandingan tari antar SD pada waktu itu. Orangtua saya juga tidak menekankan pada hasil raport kami disekolah tetapi walaupun demikian saya, kakak, dan abang saya tetap mendapat prestasi yang bagus di sekolah. Kakak saya juga pandai dalam hal tari sehingga saya sering belajar dengan kakak saya bahkan kami penah bertanding bersama di acara kelompok tari untuk perayaan 17 agustus .

          Menurut Amabile, ciri-ciri sikap orangtua yang memupuk krativitas anak adalah dengan memberikan kebebasan kepada anak, menghormati keunikan anak,mempunyai hubungan emosional yang tidak menyebabkan ketergantungan,orangtua lebih menghargai prestasi dibandingkan dengan angka semata-mata, orangtua itu sendiri aktif, mandiri, menghargai kreativitas anak serta menjadi model untuk anak.

          Hubungan saya dan orangtua sangat dekat, terlebih karena saya adalah anak bungsu. Karena hubungan yang sangat dekat itu, saya sangat merasakan sikap orangtua saya yang selalu menghargai setiap prestasi yang saya capai, ketika prestasi saya menurun mereka selalu mendukung dan menghargainya. Keaktifan orangtua saya dalam bersosialisasi khusunya di gereja sangat membantu saya untuk mengembangkan kreativitas saya, saya menjadi berani dan sering bernyanyi di setiap kegiatan gereja, menjadi song leader bersama teman-teman saya. Karena kebiasaan itu, Di kampus saya juga sering di sharingkan menjadi Song Leader di kebaktian Psikologi dan acara kebaktian se – USU, saya juga bergabung di kelompok koor angkatan 2012.

          Selain keluarga, Sekolah juga berperan terhadap pengembangan kreativitas anak. Semakin maju suatu masyarakat, semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat. Semua anak di sekolah memerlukan guru yang baik dan yang berbakat demi tercapainya tujuan instruksional dalam pengembangan kreativitas anak.
Menurut Maker ( 1982 ) karakteristik guru berbakat dibagi dalam 3 bagian : filosofis ( cara guru memandang pendidikan mempunyai dampak terhadap pendekatan mereka terhadap mengajar) , Profesional (Meliputi strategi untuk mengoptimalkan belajar siswa berbakat, keterampilan bimbingan) , Pribadi (Karakteristik pribadi guru anak berbakat meliputi motivasi, kepercayaan diri, rasa humor, kesabaran, minat luas, dan kelenturan)

          Dari karakteristik yang disebutkan oleh Maker tidak semua guru disekolah saya memenuhi karakteristik di atas. Waktu saya di Sekolah Dasar, hanya Guru agama saya yang memenuhi ketiganya. Banyak strategi yang ditetapkan oleh beliau untuk menjadikan kami menjadi seorang pribadi yang kreatif, beliau menetapkan proses belajar yang menarik. Ia selalu membuat materi pelajaran menjadi sebuah cerita, dan kemudian kami diunjuk untuk menceritakan kembali materi tersebut, apabila waktu yang disediakan tidak mencukupi kami disuruh untuk menulis ulang cerita tersebut di rumah. Ketika cerita yang kami sampaikan tidak seperti yang beliau inginkan, beliau tidak mematahkan semangat, ia memberikan pujian “BAGUS” untuk kami agar kami semakin termotivasi untuk selanjutnya.

Pada saat saya SMP, mata pelajaran yang paling saya gemari adalah Kesenian. Di mata pelajaran ini kami bebas membuat hasil kreasi kami sendiri, seperti membuat karya dari daun sanggar, membuat miniatur rumah dari gabus, dll. Saya menyukai mata pelajaran ini karena gurunya yang memberikan kebebasan untuk kami mengekspresikan diri. Beliau memberikan semangat untuk kami agar kami semakin percaya diri untuk terus menciptakan hasil kreasi yang menarik.

Pada saat saya SMA, kebebasan yang bertanggung jawab semakin saya dapat. Sebagian besar guru saya telah mencapai karakteristik yang disebutkan oleh Maker. Yang paling menarik adalah proses pembelajaran yang ditetapkan oleh ibu JS ( guru Biologi )pada waktu itu. Beliau berkata “ sebentar lagi kalian akan masuk ke dunia perkuliahan, untuk itu kita meniru sedikit proses pembelajaran yang ditetapkan diperkuliahan agar kelak kalian terbiasa ketika sudah masuk ke dunia perkuliahan”. Beliau membagi kelompok untuk presentasi disetiap pertemuannya. Kami diajarkan cara berpresentasi yang benar ( tidak gugup, Fokus ), kami diajarkan untuk menjadi seorang yang kreatif dalam membuat slide, penyampaian materi, dll. Beliau memberikan motivasi untuk kami. Ketika kelas mulai terlihat membosankan beliau membuat Humor yang menjadikan kelas menjadi fress kembali. Di semester berikutnya beliau menetapkan proses pembelajaran yang baru bukan metode presentasi lagi. Setiap kelompok yang telah diberikan sub-bab diharapkan mampu menjadikan materi tersebut menjadi sebuah lagu yang dapat dinyanyikan kelompok di depan kelas dengan syarat materi saling berhubungan. Metode yang ditetapkan ini semakin menumbuhkan sikap kreatif kami dalam mengatasi masalah yang diberikan.
Di samping itu Ekstrakulikuler dan organisasi yang disediakan oleh sekolah juga sangat membantu untuk sarana pengembangan kreativitas seperti english club, teater, pramuka, brimantala, skk , dll

          Pada kenyataannya guru tidak dapat mengajarkan krativitas , tetapi ia dapat memungkinkan kreativitas itu muncul, memupuknya dan merangsang pertumbuhannya.
Demikianlah yang dilakukan oleh guru – guru saya, mereka memang tidak mengajarkan kreativitas itu , tetapi mereka mendisign proses pembelajaran yang bertujuan untuk memunculkan dan menumbuhkan kreativitas yang ada pada siswa/i nya. 

          Faktor ketiga yang menjadi faktor pendukung kreativitas anak adalah masyarakat, masyarakat sebagai pusat pendidikan ketiga setelah keluarga dan sekolah ini mempunyai sifat dan fungsi yang berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dari keanekaragaman bentuk kehidupan sosial serta jenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di keluarga dan sekolah tidak bisa lepas dari nilai – nilai sosial budaya yang dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat.

          Menurut Silvano Arieti (1976) kebudayaan “ Creativogenic ” adalah kebudayaan yang menunjang, memupuk, dan memungkinkan perkembangan kreativitas. Arieti mengemukakan sembilan faktor sosiokultural yang “ Creativogenic ” diantaranya Tersedianya sarana - prasarana kebudayaan, keterbukaan rangsangan kebudayaan, penekanan pada becoming , kesempatan bebas terhadap media kebudayaan,adanya intensif / hadiah yang diberikan, dll.

          Lingkungan tempat saya tinggal tidak terlalu mendukung dalam meningkatkan kreasi yang saya miliki. Hanya gereja dan kegiatan yang dilaksanakan masyarakat yang bisa menjadi tempat untuk saya dalam mengembangkan kreativitas. Sedikit lembaga-lembaga yang membuka kursus untuk anak – anak di tempat saya tinggal, tidak ada pelatihan yang diprogramkan untuk anak.

          Menurut Simonton, pentingnya kondisi sosialkultural terhadap kreativitas , mengarahkan perhatian kita terhadap pengaruh dalam kebudayaan kita yang dapat memudahkan atau menghambat pengembangan kreativitas selama tahun – tahun formatif dari pertumbuhan bakat anak.

          Menurut soemardjan (1981) kemampuan kreatif individu tidak bisa lepas dari pengaruh kebudayaan dan masyarakat yang mengelilinginya. Timbul dan tumbuhnya kreativitas dan selanjutnya berkembang tidak luput dari pengaruh masyarakat dimana individu itu hidup dan bekerja.

          Lingkungan tempat saya tinggal memang tidak menjadi penghambat untuk menjadi wadah dalam menunjukkan kreativitas yang saya miliki, tetapi karena fasilitas yang terbatas kemampuan yang saya miliki tidak begitu berkembang. Masyarakat sekitar hanya bisa memberikan apresiasi dan dukungan untuk saya dalam melakukan suatu hal.

          Ketika saya masuk SMA dan pindah ke Siantar semuanya semakin lengkap. Fasilitas yang ada sangat banyak seperti kursus tari, musik ,dll ada juga lembaga seperti perusahaan tertentu yang datang ke sekolah untuk mensponsori kegiatan – kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Dengan adanya sponsor yang memberikan sarana untuk kami , kami semakin mampu menjalankan program – program estrakurikuler yang baik dalam pengembangan kreativitas yang kami miliki. Seperti yang disampaikan oleh Soemardjan bahwa pengaruh masyarakat sangat penting. pada saat itu, saya ikut ekstrakulikuler English Club .  Kami banyak merasakan peran masyarakat dalam pengembangan ekstrakulikuler tersebut. Peranan masyarakat tersebut antara lain :

Pelaksanaan Study Tour yang kami lakukan setiap semester.Kami pergi ke Tuk - tuk untuk melakukan tour yang tujuannya untuk melatih kemampuan berbahasa inggris kami anggota English Club terhadap turis-turis yang berlibur ke tempat tersebut. Dari pelaksanaan tour ini, ada peran masyarakat seperti yang disampaikan oleh Arieti , yaitu tersedianya sarana kebudayaan. Dalam hal ini kami bisa melakukan tour karena memang ada sarana kebudayaan yang mendukung kami untuk bisa melakukannya ( tempat wisata turis " Tuk-tuk " ) 
Ada peran masyarakat yang lain yaitu memanfaatkan sumber dalam masyarakat. Dalam menjalankan Study tour kami memanfaatkan sumber dalam masyarakat berupa bantuan dari kakak senior. Kami menghubungi kakak senior SMA N 2 yang telah berpengalaman dalam hal kegiatan yang dilakukan selama Study tour agar mereka dapat hadir dalam kegiatan yang kami jalankan dan memandu kami agar apa yang kami lakukan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan sebelumnya dan melalui kegiatan ini kami semakin dipupuk untuk menjadi pribadi yang kreatif.

Organisasi yang lain seperti Brimantala dalam mendaki gunung, Pramuka juga melakukan hal yang sama seperti yang kami lakukan. Tetapi berbeda hal nya dengan organisasi Teater. Di sekolah saya organisasi Teater lebih baik dalam proses sosialisaisinya dengan masyarakat sekitar. Karena Organisasi ini juga berhubungan dengan Acting , drama , dll. sehingga banyak organisasi/perusahaan yang terlibat dalam pengembangannya. contohnya studio Radio, Sanggar, perusahaan dalm bidang berfilman di Siantar, dll

          Setelah pindah ke Medan fasilitas yang ada juga sangat membantu. Saya bergabung di salah satu ekstrakulikuler di kampus ‘Psychestra Harmony ( PH )’.  Melalui psychestra harmony saya bisa belajar bermain angklung. Ekstrakulikuler ini semakin berkembang karena adanya apresiasi dari masyarakat dan lembaga yang ada di kota Medan, seperti diundangnya PH di acara Halal Bihalal, acara pentas seni yang diadakan oleh SAHIVA, dll. 

Contoh lain dari peran masyarakat yang saya alami adalah ketika kami angkatan 2012  mata kuliah Antropologi mengadakan tour keliling Medan untuk melihat budaya - budaya yang terdapat di Medan, seperti tempat ibadah Budha " VIHARA" , Istana Maimun, dll. Berikut peran masyarakat yang saya alami dalam pengembangan kreativitas masyarakat : 

1. Bus yang kami gunakan sebagai alat transportasi untuk melakukan tour merupakan salah satu sarana yang disediakan oleh masyarakat . Tanpa adanya bus tentu kami tidak dapat sampai ke tempat yang ingin kami tuju.
2. Izin yang diberikan oleh penanggung jawab tempat yang kami tuju merupakan salah satu peran masyarakat juga, dalam hal ini izin dari pihak yang bersangkutan .

Peran masyarakat sangat membantu. Ketika masyarakat mendukung dan memberikan sarana tentu kreativitas yang ada dalam diri individu dapat tersalurkan tetapi ketika masyarakat tidak memberikan apresiasi maka kemampuan yang kita miliki dan keinginan yang ada dalam diri kita ( Person )  tidak dapat tersalurkan karena tidak ada press ekstrenal.

Keluarga, sekolah, dan masyarakat adalah tiga hal yang memang harus diperhatikan keselarasannya agar anak dapat mengembangkan kreativitas yang dimiliki . Sehingga kemauan yang ada dalam dirinya ( person ) dapat didukung oleh press dari keluarga,sekolah, dan masyarakat jadi proses yang dijalani dapat terlaksana sehingga menghasilkan produk yang kreatif.