Tunarungu adalah sebuah istilah yang merujuk pada kondisi ketidak fungsian
organ pendengaran atau telinga seseorang. Anak-nak dalam kondisi ini mengalami
hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya.
Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan
khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu, yaitu:
1.
Klasifikasi umum
·
Tuli (The deaf), yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian
di atas 90 dB.
·
Kurang dengar (Hard of Hearing), yaitu penyandang tunarungu ringan atau
sedang, dengan derajat ketulian 20-90 dB.
2.
Klasifikasi Khusus
·
Tunarungu ringan, yaitu penyandang
tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25-45 dB. Yaitu anak yang mengalami
ketunarunguan taraf ringan, dimana anak dalam tahap ini mengalami kesulitan
untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang
demikian, seorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam
belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian depan,
dekat dengan guru.
·
Tunarungu sedang, yaitu penyandang
tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Yaitu anak yang mengalami
ketunarunguan taraf sedang, dimana anak dalam tahap ini hanya dapat mengerti
percakapan pada jarak 3-5 feet
secara berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk
anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar
(hearing aid, dan memerlukan
pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
· Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 71-90 dB. Dimana anak dalam tahap ini mengalami
ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang
sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan katagori ini juga memerlukan alat
bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat
memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan
bicaranya.
·
Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang
tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin
seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih
bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan
dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu katagori ini lebih mengandalkan
kemampual visual atau penglihatannya
Lingkup Pengembangan
Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
1. TKLB/TKKh Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan
senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara dan
berbahasa.
2. SDLB/SDKh Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan
senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar
di bidang akademik dan keterampilan sosial.
3. SLTPLB/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan
berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan
keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan
masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar
keterampilan vokasional.
4. SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan
berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang
mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai
pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa
tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaan SLB sendiri juga diatur dalam
Landasan Yuridis.
Landasan Yuridis yang diterapkan pada SLB
B sama seperti sekolah pada umumnya yang mengacu pada perkembangan dan
peningkatan mutu pendidikan anak bangsa. Hak-hak yang dimiliki anak
berkebutuhan khusus berdasar pada landasan yuridis formal, meliputi:
a)
UUD 1945 (Amandemen).
b)
UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c)
UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
d)
UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
e)
PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
f)
Deklarasi Bandung tahun 2004 “ Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”
g)
Deklarasi Salamanca, dsb.
Tujuan penyelenggaraan Layanan
Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan
penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, khususnya bagi
anak Tunarungu seoptimal mungkin dan dapat melayani pendidikan bagi anak didik
dengan segala kekurangan ataupun kelainan yang diderita sehingga anak-anak
tersebut dapat menerima keadaan dirinya dan menyadari bahwa ketunaannya tidak
menjadi hambatan untuk belajar dan bekerja, memiliki sifat dasar sebagai warga
negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang diperlakukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat
serta dapat menolong diri sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan azas
pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara
pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
1. Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh
pendidikan bagi anak usia sekolah.
2. Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di
Indonesia.
3. Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap
keperluan anak tunarungu.
4. Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi
bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
5. Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri
terhadap lingkungan sekitarnya.
6. Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian,
kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan tingkat
ketunaan yang disandangnya.
a.
Karakteristik
Faktor edukasi harus
menjadi titik tolak perencanaan bentuk sekolah harus diciptakan dalam hubungan
yang harmonis dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan potensi anak tuna rungu
semaksimal mungkin termasuk didalamnya beberapa persyaratan paedagogis yang
bersifat umum dan khusus antara lain:
1. Suasana yang tentram
2. Tanah yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan
berkebun, beternak dan sebagainya.
3. Adanya fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana
pendidikan.
Tata Letak Ruang
1. Ruang-ruang di sekolah
1. Ruang kelas biasa. Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak normal pada
umumnya tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan harus kokoh, udara
harus cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi yang sempurna, dinding
dan lantai harus kering tidak boleh lembab, penerangan harus cukup dan cahaya
dari luar hendaknya datang dari sebelah kiri anak. Persyaratan mengenai papan
tulis dan bentuk bangku yang tidak membahayakan kesehatan anak.
2. Ruang latihan bicara
dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu oleh
anak-anak lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang khusus,
cukup untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan latihan
bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan menggunakan alat
pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau berlapis dengan semacam
gabus peredap suara.
3. Ruang Audiometri. Ruang untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa) pendengaran dengan
audimeter, merupakan ruang khusus yang letaknya sejauh mungkin dari sumber
kegaduhan. Ruang itu dibuat kedap suara; sedemikian sehingga seberapa boleh
tidak ada suara dapat masuk. Dinding dibagian dalam sebaiknya terdiri atau
dilapisi bahan peredap suara.
3. Sarana
Pendidikan
a.
Alat Pendidikan Khusus
Berhubung dengan
ketulian yang dideritanya, maka sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan
potensinya, yang masih dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah
komunikasi baik dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus
di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur
segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah
audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
2) Alat bantu
mendengar (hearing aid)
Dengan mempergunakan alat
bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid)
kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan
tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh
ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan
cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat.
Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal
dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu
wicara (speech trainer)
Speech trainer ialah
sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaer, head phone dan mickrophone.
Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih mempunyai
sisa pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi
yang sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan
irama.
b.
Alat Peraga
Untuk memperkaya
perbendaharaan bahasa anak hendaknya jangan dilupakan alat-alat peraga yang
meningkatkan kemampuan nya dalam mengenali hal .
Kurikulum Pendidikan Khusus Anak Tunarungu
Berdasarkan
karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena
ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti
halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak
tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang
selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan
pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep
Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki
filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan
keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dari Language Across the Curricullum itu adalah sebuah metode
pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui konteks kebahasaan melalui
percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga
ke pengetahuan umum.Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak
dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan
Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Kurikulum yang berlaku
di pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994,
sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini kurikulum yang berbasis
kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan masing-masing peserta
didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional kurikulum pada SMPKh menitikberatkan
pada program keterampilan 42% dan SMAKh menitikberatkan pada program
keterampilan 62%. Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan di mana sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus
disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah
masing-masing. Sebagai contoh:
Sekolah yang berada di
lingkungan pantai, maka kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil
laut, atau keterampilan yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut
jaring, jala dan sebagainya;
1. Sedangkan untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran
rendah dapat menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan
menganyam dan sebagainya.
2. Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan keterampilan otomotif,
percetakan,sablon,mengukir,membatik.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.
Penjelasan di atas adalah hasil diaskusi dari kelompok kami pada matakuliah Psikologi Pendidikan yang kami ambil dari beberapa sumber seperti buku pengantar psikologi pendidikan ( Santrock) dan Wikipedia.berikut nama anggota kelompok ( BRENDA ,NIRMAY,HILLARY,EVASARI,MARIANNA)
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.
Penjelasan di atas adalah hasil diaskusi dari kelompok kami pada matakuliah Psikologi Pendidikan yang kami ambil dari beberapa sumber seperti buku pengantar psikologi pendidikan ( Santrock) dan Wikipedia.berikut nama anggota kelompok ( BRENDA ,NIRMAY,HILLARY,EVASARI,MARIANNA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar