Kamis, 23 Mei 2013

PENDIDIKAN ANAK BERKEBUHAN KHUSUS ( SLB - B TUNARUNGU)




Tunarungu adalah sebuah istilah yang merujuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang. Anak-nak dalam kondisi ini mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu, yaitu:

1. Klasifikasi umum

·       Tuli (The deaf), yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB.
·       Kurang dengar (Hard of Hearing), yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20-90 dB.

2. Klasifikasi Khusus

·       Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25-45 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf ringan, dimana anak dalam tahap ini mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seorang anak secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian depan, dekat dengan guru.
·       Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana anak dalam tahap ini hanya dapat mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid, dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
·       Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71-90 dB. Dimana anak dalam tahap ini mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan katagori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan bicaranya.
·       Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu katagori ini lebih mengandalkan kemampual visual atau penglihatannya

Lingkup Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
1.      TKLB/TKKh Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara dan berbahasa.
2.      SDLB/SDKh Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang akademik dan keterampilan sosial.
3.      SLTPLB/SMPKh Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar keterampilan vokasional.
4.      SMLB/SMAKh Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi, keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.

Dalam pelaksanaan SLB sendiri juga diatur dalam Landasan Yuridis.
Landasan Yuridis yang diterapkan pada SLB B sama seperti sekolah pada umumnya yang mengacu pada perkembangan dan peningkatan mutu pendidikan anak bangsa. Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus berdasar pada landasan yuridis formal, meliputi:
a)      UUD 1945 (Amandemen).
b)      UU No. 20 Tahun 2002 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c)      UU No. 4 tentang Penyandang Cacat tahun 1997.
d)      UU No. 23 tentang Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
e)      PP No. 19 tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
f)       Deklarasi Bandung tahun 2004 “ Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”
g)      Deklarasi Salamanca, dsb.

  Tujuan penyelenggaraan Layanan Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan penyelenggaraan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, khususnya bagi anak Tunarungu seoptimal mungkin dan dapat melayani pendidikan bagi anak didik dengan segala kekurangan ataupun kelainan yang diderita sehingga anak-anak tersebut dapat menerima keadaan dirinya dan menyadari bahwa ketunaannya tidak menjadi hambatan untuk belajar dan bekerja, memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlakukan untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat serta dapat menolong diri sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan azas pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
1.      Turut melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi anak usia sekolah.
2.      Peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di Indonesia.
3.      Penyelenggaraan fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap keperluan anak tunarungu.
4.      Memiliki pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
5.      Mengarahkan dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya.
6.      Membantu dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian, kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan tingkat ketunaan yang disandangnya.

a. Karakteristik
Faktor edukasi harus menjadi titik tolak perencanaan bentuk sekolah harus diciptakan dalam hubungan yang harmonis dengan tujuan yaitu untuk mengembangkan potensi anak tuna rungu semaksimal mungkin termasuk didalamnya beberapa persyaratan paedagogis yang bersifat umum dan khusus antara lain:
1.      Suasana yang tentram
2.      Tanah yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan berkebun, beternak dan sebagainya.
3.      Adanya fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana pendidikan.

Tata Letak Ruang
1. Ruang-ruang di sekolah
1.      Ruang kelas biasa. Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak normal pada umumnya tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan harus kokoh, udara harus cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi yang sempurna, dinding dan lantai harus kering tidak boleh lembab, penerangan harus cukup dan cahaya dari luar hendaknya datang dari sebelah kiri anak. Persyaratan mengenai papan tulis dan bentuk bangku yang tidak membahayakan kesehatan anak.
2.      Ruang latihan bicara dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu oleh anak-anak lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang khusus, cukup untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan latihan bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan menggunakan alat pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau berlapis dengan semacam gabus peredap suara.
3.      Ruang Audiometri. Ruang untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa) pendengaran dengan audimeter, merupakan ruang khusus yang letaknya sejauh mungkin dari sumber kegaduhan. Ruang itu dibuat kedap suara; sedemikian sehingga seberapa boleh tidak ada suara dapat masuk. Dinding dibagian dalam sebaiknya terdiri atau dilapisi bahan peredap suara.

3. Sarana Pendidikan
a. Alat Pendidikan Khusus
Berhubung dengan ketulian yang dideritanya, maka sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan potensinya, yang masih dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah komunikasi baik dengan menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
2) Alat bantu mendengar (hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid) perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh ucapan dengan artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat. Dengan bantuan cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal dan kata-kata atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu wicara (speech trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri dari amplifaer, head phone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan bicara individual. Bagi yang masih mempunyai sisa pendengaran cukup banyak akan sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang sisa pendengarannya sedikit akan membantu dalam pembentukan suara dan irama.

b. Alat Peraga
Untuk memperkaya perbendaharaan bahasa anak hendaknya jangan dilupakan alat-alat peraga yang meningkatkan kemampuan nya dalam mengenali hal .

Kurikulum Pendidikan Khusus Anak Tunarungu
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya, maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa tujuan kurikulum akan dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Language Across the Curricullum itu adalah sebuah metode pembelajaran yang senantiasa disajikan melalui konteks kebahasaan melalui percakapan, yang tahapannya dari mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga ke pengetahuan umum.Untuk itu perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan hidup.
Kurikulum yang berlaku di pendidikan khusus untuk anak tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994, sedangkan wacana yang berkembang sekarang ini kurikulum yang berbasis kompetensi sehingga mengarah pada skill dan keterampilan masing-masing peserta didik sesuai dengan kekhususannya. Secara proporsional kurikulum pada SMPKh menitikberatkan pada program keterampilan 42% dan SMAKh menitikberatkan pada program keterampilan 62%. Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus disesuaikan dengan keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah masing-masing. Sebagai contoh:
Sekolah yang berada di lingkungan pantai, maka kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil laut, atau keterampilan yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut jaring, jala dan sebagainya;
1.      Sedangkan untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran rendah dapat menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan menganyam dan sebagainya.
2.      Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan keterampilan otomotif, percetakan,sablon,mengukir,membatik.
Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program
danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.

Penjelasan di atas adalah hasil diaskusi dari kelompok kami pada matakuliah Psikologi Pendidikan yang kami ambil dari beberapa sumber seperti buku pengantar psikologi pendidikan ( Santrock) dan Wikipedia.berikut nama anggota kelompok ( BRENDA ,NIRMAY,HILLARY,EVASARI,MARIANNA) 











Tidak ada komentar:

Posting Komentar