Peran Motivasi dalam Kinerja
Berbagai konsep ringkasan untuk menjelaskan pola
perilaku yang menghasilkan, mengarahkan dan memelihara usaha tertentu sering
dikatakan sebagai Motivasi.Dimana, hasil dari berbagai konsep tersebut akan
terlihat dari bagaimana seorang individu bersikap dalam kehidupannya
sehari-hari. Besarnya motivasi dari seseorang akan berdampak pada sikapnya
dalam melaksanakan pekerjaannya. Ketika seseorang melaksanakan
pekerjaannya dengan baik dan benar, ia
dapat dikatakan memiliki semangat dan motivasi yang tinggi terhadap pekerjaan
tersebut. Dan sebaliknya, ketika seseorang tidak melaksanakan pekerjaannya
dengan baik dan benar serta terlihat tidak serius dalam pekerjaan itu, ia dapat
dikatakan tidak memiliki motivasi terhadap pekerjaan itu.
Terkadang motivasi tidak dapat menjadi patokan
seseorang itu melakukan suatu pekerjaan dengan baik. Hal tersebut disebabkan
adanya individu yang memiliki kemampuan dasar dalam bidang tersebut sehingga ia
tidak memerlukan motivasi yang besar untuk dapat melakukan pekerjaan tersebut.
Motivasi dapat mempengaruhi cara kerja individu yang memiliki kemampuan yang
terbatas terhadap suatu pekerjaan, namun tidak semua individu tersebut dapat
menerima dan menerapkan motivasi tersebut.
Masalah praktis motivasi ini menarik minat psikolog I/O
dengan sangat baik, tetapi mereka mencari solusi dengan cara yang berbeda. Mereka percaya bahwa memahami bagaimana
menguasai masalah motivasi dimulai dengan memahami kekuatan untuk menghasilkan,
mengarahkan, dan memelihara usaha/upaya—yaitu ,dengan mengembangkan teori
motivasi yang layak. Ada banyak teori yang ada. Ada banyak cara untuk
mengelompokkan, atau mengklasifikasikan teori-teori itu. Pengelompokan yang
digunakan di sini adalah sederhana dan sesuai dengan tujuan lebih baik daripada
alternatif, tetapi sampai sekarang tidak ada satu metode klasifikasi yang telah
memperoleh penerimaan umum.
Salah satu pendekatan yang paling tua dan paling
abadi untuk mempelajari motivasi didasarkan atas dasar pikiran bahwa perilaku
dimotivasi oleh kebutuhan dasar manusia.Hipotesis yang terkait adalah bahwa
ciri-ciri kepribadian tertentu adalah penentu penting usaha atau upaya
kerja.Kedua kebutuhan dan karakteristik kepribadian adalah variabel perbedaan
individu yang tidak dapat diamati secara langsung; mereka disimpulkan dari
perilaku yang diamati.
Teori DisposisionalMotivasi Kerja
Teori Disposisional motivasi mengidentifikasi
karakteristik individu sebagai sumber dari kekuatan yang memghasilkan,
mengarahkan, dan mengatur usaha yang dikeluarkan oleh perilaku tertentu. Need Theories, didasarkan
pada premis bahwa orang-orang mengerahkan upaya dalam perilaku yang
memungkinkan mereka untuk mengisi kekurangan dalam kehidupan mereka, hal ini
membuat jumlah terbesar dari teori ini. Sejauh ini, pernyataan teoritis yang
paling terkenal untuk kategori ini adalah teori Abraham Maslow (Maslow Needs
Hierarchy).
1. Teori Hirarki
Kebutuhan Maslow
Maslow adalah seorang psikolog klinis. Berdasarkan
pengalamannya sebagai seorang dokter, ia mempostulatkan bahwa seseorang
memiliki suatu set umum lima kebutuhan yang dapat diatur dalam sebuah hierarki
penting. Kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang harus dipenuhi pertama
kali, adalah kebutuhan psikologis; ini diikuti oleh pentingnya kebutuhan
keamanan, sosial, dan harga diri.Di bagian atas hirarki adalah kebutuhan yang
dipostulatkan pemenuhan diri (self-fulfillment).
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus
dipenuhi sebelum memotivasi perilaku berikutnya; dalam situasi kerja, ini
berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk mengisi kepuasan kebutuhan
yang terendah.Seseorang baru memulai mungkin bekerja untuk membayar uang
pendidikan dan menyediakan makanan dan tempat tinggal (memenuhi kebutuhan
fisiologis dan keamanan).Ia akan diharapkan untuk bekerja keras untuk kenaikan
gaji karena ini akan membantu memenuhi kebutuhan tersebut secara lebih lengkap.
Orang lain mungkin akan bekerja terutama untuk persahabatan dan rasa memiliki
(kebutuhan sosial), dan kenaikan gaji bukanlah suatu motivasi.
Teori Maslow memungkinkan untuk variasi dimana
orang-orang berdiri di atas hirarki, tapi untuk menerapkan teori dalam suasana
kerja telah berfokus hampir secara eksklusif pada tingkat atas pemenuhan
kebutuhan (self-actualization). Keyakinannya adalah bahwa seseorang akan
mengerahkan usaha lebih banyak dalam pekerjaan akan terasa menarik dan
menantang dan memungkinkan mereka secara pribadi telah mengontrol.
Teori Maslow telah dipublikasikan
lebih dari setengah abad yang lalu.Itu adalah penelitian yang cukup menarik
minat pada saat itu, namun ketertarikan ini hampir seluruhnya mati beberapa
tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk proposisi dasar.Di antara
praktisi manajer, mahasiswa, dan banyak konsultan manajemen, bagaimanapun,
"segitiga Maslow" telah sangat influental.
2. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki
kebutuhan Maslow, tetapi menggabungkan perubahan penting, diusulkan oleh
Alderfer. Teori ERG mengadakan hipotesis tiga set kebutuhan mulai dari yang
paling tinggi ke paling konkret (dasar). Kebutuhan ini—Existence (E),
Relatedness (R), dan Growth (G)—pada dasarnya adalah pengaturan kembali
hierarki Maslow, tetapi rigid ordering hirarkinya itu bukan bagian dari ERG
Theory.
Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi
kebutuhan pada satu level itu secara terus menerus mengalami frustasi, individu
mungkin mengalami kemunduran (jatuh lagi) kepada perilaku kebutuhan yang lebih
konkret. Karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan dirinya pada
pekerjannya mungkin menyudahi untuk melakukan itu lebih baik jika tetap bekerja
dan memenuhi kebutuhan sosial yang lebih rendah.
3. Teori Dua Faktor
Herzberg
Teori motivasi dua-faktor Herzberg didasarkan pada
pembagian hirarki Maslow menjadi kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg,
hanya kondisi yang memungkinkan orang untuk mengisi kebutuhan tingkat atas
untuk penghargaan dan aktualisasi diri yang dapat meningkatkan motivasi kerja.
Sebuah organisasi harus memungkinkan karyawan untuk memenuhi kebutuhan tingkat
bawah melalui kerja sehingga dapat mencegah mereka meninggalkan organisasi,
tapi mampu memenuhi kebutuhan tersebut tidak mempengaruhi motivasi kerja
mereka.
Dalam teori dua faktor, kondisi kerja yang
memungkinkan orang untuk memenuhi kebutuhan tingkat atas disebut motivator.Di
antara faktor-faktor motivator yang diidentifikasi oleh Herzberg adalah
pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, kesempatan untuk maju, dan ketertarikan
bekerja.Faktor-faktor ini, menurut teori, mempengaruhi kepuasan kerja dan
mengarah kepada motivasi kerja yang lebih besar.Kondisi yang relevan dengan
kebutuhan tingkat rendah meliputi jenis pengawasan, kebijakan perusahaan,
hubungan dengan rekan kerja, kondisi kerja fisik, dan pembayaran.
Oldham dan Hackam mengidentifikasi apa yang mereka
yakini adalah lima karakteristik dasar (disebut inti dimensi) dari pekerjaan:
Skill
variety.Pekerjaan yang memerlukan berbagai keterampilan yang berbeda adalah
lebih berarti daripada yang hanya memerlukan satu keterampilan.
1
Task identity.
Pekerjaan
yang merupakan keseluruhan karya dari pekerjaan adalah lebih berarti daripada
yang terdiri dari beberapa bagian dari seluruh pekerjaan.
2
Task significance.
Pekerjaan
yang memiliki kepentingan dididentifikasi oleh orang lain adalah lebih berarti
dibandingkan mereka yang tidak.
3
Otonomi.
Pekerjaan
yang memungkinkan kemerdekaan seseorang, kebebasan, dan otoritas pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan kinerja pekerjaan adalah lebih berarti daripada
mereka yang tidak.
4
Job feedback.
Pekerjaan
yang menyediakan umpan balik tetap mengenai kinerja karyawan adalah lebih
berarti daripada mereka yang tidak.
Lima dimensi inti (faktor motivator dalam teori
Herzberg) yang berteori untuk mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan dengan
menciptakan tiga keadaan psikologis kritis dalam benak pemegang pekerjaan.Skill
variety, task identity, dan task significance berkontribusi untuk mengalami
kebermaknaan dalam pekerjaan, keyakinan bahwa salah satu pekerjaan adalah
penting dan berharga.Otonomi diyakini mengarah pada tanggung jawab atas hasil
kerja, dan umpan balik untuk pengetahuan atau hasil bagi individu yang
bersangkutan. Hubungan ini terlihat pada model karakteristik pekerjaan
4. Teori Motivasi
Berprestasi McClelland
Kebutuhan pencapaian (n'Ach) adalah hipotesis
menjadi kebutuhan belajar yang baik atau tidak dikembangkan di masa
kanak-kanak. Menurut McClelland (1961), orang-orang dengan kebutuhan untuk
pencapaian akan lebih berupaya untuk bekerja dibanding dengan orang tanpa
kebutuhan ini (hal-hal lain dianggap sama). Hal ini memotivasi keinginan untuk
pencapaian seimbang terhadap keinginan untuk menghindari kegagalan,
bagaimanapun, perilaku dapat diarahkan pada tujuan-tujuan perantara, bukan
kesulitan tinggi.
Sebuah fitur unik dari teori n'Ach motivasi kerja
adalah hipotesis bahwa orang-orang yang memiliki level rendah dari kebutuhan
ini dapat dilatih untuk mengembangkan hal itu. Atau, hal itu mungkin berkembang
dalam konteks kerja sebagai orang mengalami pencapaian manfaat secara
langsung.Dalam salah satu studi terkenal perwakilan reservasi telepon airline,
misalnya, motivasi berprestasi yang ditemukan berhubungan dengan kinerja empat
hingga delapan bulan setelah pelatihan, tapi tidak dalam tiga bulan pertama di
tempat kerja.
Kebutuhan pencapaian teori motivasi kerja telah
lebih sukses dari sudut pandang empiris daripada teori-teori kebutuhan yang
didasarkan pada hipotesis Maslow. Tampaknya ada hubungan antara mengukur
kebutuhan dan perilaku kerja tertentu, dan ini tetap menjadi area yang cukup
aktif bagi penelitian psikologi I/O.
5. Kepribadian dan
Motivasi
Kemajuan konseptual dan empiris dalam studi
kepribadian telah menjadikan test kepribadian sebagai salah satu cara menyaring
dan menyeleksi karyawan. Jika tes ini berlaku untuk seleksi dalam beberapa
situasi, maka kepribadian berhubungan pada performa kerja dalam situasi ini.Beberapa
penelitan menyarankan kemungkinan yang menarik. Pertama, traits yang spesifik
seperti kewaspadaan ( e.g, Barrick & Mount, 1991) dan disiplin diri (e.g,
McHenry, Hough, Toquam, Hanson, & ashworth, 1990) telah menemukan hubungan
positif antara performa kerja dengan pekerjaannya. Kedua, peneliti telah
menemukan beberapa variable tipe kepribadian individu yang berbeda (seperti self-awareness
yang tinggi) yang diasosiasikan dengan Self Regulation yang baik akan
mempengaruhi individu dalam menyelesaikan tugasnya (e.g, Campion & Lord,
1982; Kuhl, 1985). Ketiga, kesulitan tujuan yang ditetapkan individu untuk diri
mereka sendiri mungkin berhubungan dengan ciri-ciri kepribadian tertentu (e.g,
Gellatly, 1996).Terakhir, seperti yang telah dijelaskan oleh Kanfer (1994), beberapa
peneliti mulai mengeksplorasi hubungan antara variabel kepribadian dan mengolah
informasi kognitif karena mempengaruhi kinerja tugas yang kompleks.
Memang terlalu dini untuk berbicara tentang teori
kepribadian motivasi yang sebenarnya, tetapi literatur pada subjek menjelaskan
bahwa kepribadian dapat menambahkan sesuatu yang baru pada kemampuan psikolog
I/O untuk memprediksi perbedaan dalam upaya bahwa seseorang berusaha dalam
perilaku kerja yang efektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar